Jumat, 27 Oktober 2017

Bosan

Bosan

Oleh : Luthfia Zahra Larosa


Di bawah rindangnya pohon, aku terduduk. Menikmati semilir angin yang menghantam helai-helai rambutku. ‘Ah, suntuk sekali!’, batinku. Aku beranjak dari bawah pohon itu dan pulang kerumah.
Sesampainya dirumah, lagi-lagi aku merasa bosan. Hidup ini terlalu membosankan bagiku. Namaku Yeni, dan aku adalah seorang pelajar SMA. Kali ini aku merasa sangat jenuh dengan keseharianku. Aku melakukan rutinitas yang sama setiap harinya. Hidupku berjalan sesuai dengan ‘aturan’ hidup yang entah sejak kapan aku ikuti.
Ku hempaskan tubuhku ke atas ranjang dan berpikir, ‘Adakah yang bisa aku lakukan?’. Sejenak pandanganku hanya tertuju pada meja belajarku. ‘Ada. Ada banyak sekali Pekerjaan Rumah yang menumpuk dan harus Yeni kerjakan!’

“Arghhhh! Mengapa semuanya terasa melelahkan? Tidak ada hal yang menarik didunia ini! Aku bosan sekali hidup seperti ini!”, teriakku frustasi. Tak berselang lama, aku pun tertidur.
Keesokan harinya, aku terbelalak kaget melihat ke arah jam. Aku telat bangun! ‘Habislah aku!’, batinku. Saat hendak masuk ke kamar mandi, pandanganku tak sengaja tertuju pada meja belajar. Buku-buku yang berserakan, gumpalan kertas yang menggunung.. Ups! Aku baru saja mengingat bahwa aku ketiduran dan lupa mengerjakan PR semalam. Aku menghentikan langkahku. ‘Apa sebaiknya aku bolos saja?’, batinku dalam hati. Tak perlu menunggu lama, aku memantapkan hatiku untuk tidak ke sekolah saja hari ini.

Aku berlari ke arah kasur dan membiarkan wajahku tenggelam dibantal. Asik sekali! Aku bisa tidur seharian hari ini. Waktu terus berjalan, tak terasa sudah 2 jam aku tertidur dan sekarang aku terbangun. ‘Aku harus melakukan sesuatu yang berbeda hari ini!’, teriakku dalam hati. Aku beranjak dari kasur, mandi dan segera bersiap-siap keluar rumah.
“Loh, Yeni? Mau kemana?”, tanya mama yang melihatku keluar rumah. “Mau cari udara segar sebentar, mah!”, jawabku. “Tapi kan kamu lagi sakit. Istirahat ajaa, itu PR nya di cicil..”, ujar mamaku. Seketika tubuhku kelu. Kesal sekali rasanya mengingat PR yang harus aku kerjakan itu. “Ya, mah.”, jawabku singkat dan kemudian pergi.
Langkah demi langkah aku lewati. Aku berharap mendapatkan ‘inspirasi’ atau ‘motivasi’ untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Aku ingin menemukan apa yang harus aku lakukan agar tidak jenuh. Namun semakin jauh aku melangkah, tidak ada kemajuan pada perasaanku maupun pikiranku. Aku mendengus kesal dan memutuskan untuk kembali kerumah.

Lagi-lagi yang aku lihat diluar sana setiap pagi hingga sorenya adalah sang mentari, dan malamnya sang rembulan menggeser kedudukan sang mentari.’ Apa mereka tidak lelah bergantian terus menerus? Apa mereka tidak jenuh harus seperti itu?’, gumamku. Karena sudah bingung harus melakukan apa, aku pun beranjak ke arah meja belajarku dan mulai mengerjakan berbagai macam PR ku yang menumpuk. Stres sekali rasanya mengerjakan ini semua sekaligus. Tapi ternyata.. Setelah itu semua selesai, lega sekali rasanya. Seakan sepercik motivasi merasuki jiwaku. Entah darimana datangnya, tiba-tiba saja aku mendapatkan tekad untuk menulis.
Awalnya aku hanya bengong didepan laptop, tak tahu harus menulis apa. Kemudian jemariku mulai menari di atas papan tombol laptop dan mengetik kata demi kata. Dengan rasa jenuh tentunya, aku menuangkan seluruh pikiranku diatas tombol-tombol ini.

Keesokan harinya, hingga seterusnya, aku hanya sibuk menulis dan menulis. Ternyata kebahagiaanku menemukan bakat menulis ini tidak berjalan lancar sepenuhnya. Tugas-tugasku terlantar dan tak dirawat. Baju-baju kotorku menumpuk di keranjang kamar. Sampah dan plastik-plastik berserakan dilantai kamarku. Sayangnya, aku tak peduli dengan itu semua. Setiap pulang sekolah, aku menghempaskan tasku, menyalakan laptop, memutar lagu dan mulai menulis. Begitu hingga menjadi rutinitasku.

Bosan. Aku merasa sangat bosan! Tetapi kehidupan ini terus mengejarku dengan berbagai macam hal dunia. Aku letih menghadapinya! Saat ini aku sedang berjalan kaki, sambil terus melihat bayanganku yang dibentuk dari teriknya sinar mentari. “Mengapa kamu terus mengikutiku?”, tanyaku kesal pada bayanganku.

Sesampainya di sekolah, aku mengumpulkan tugas-tugasku, seperti biasa. Namun ada yang berbeda hari ini. Saat waktu istirahat tiba, aku merasa ingin menulis sesuatu. Segera ku ambil buku kosongku dari dalam tas, dan mulai menulis ide cerita yang tiba-tiba saja terbesit dipikiranku. Tepat pada saat bel masuk berbunyi, aku selesai menggarap sebuah cerpen. Senyum bahagia terukir di wajahku.
Seusai sekolah, aku melangkah dengan riang ke rumah. Aku mengerti sekarang, mengapa matahari dan rembulan tak pernah lelah untuk bergantian. Aku berhenti melangkah dan melihat ke arah bayanganku. ‘Mereka tidak banyak mengeluh! Dan mereka bisa mengatur dengan tepat rutinitas mereka!’, ujarku dalam hati.

Pantas saja hidupku terasa kacau, jenuh dan membosankan. Aku terlalu berharap lebih pada kehidupan aku yang terus mengalir bagaikan air. Tidak! Aku tidak bisa menjadi seseorang yang seperti itu lagi! Aku harus mencoba hal baru! Aku harus mengatur ulang jadwalku. Inilah aku, inilah Yeni. Hidup memang terkadang terasa rumit, namun kerumitan hidup itu yang membangunkan jiwa kita dan pemikiran kita untuk berpikir cara mengatasinya dengan membahagiakan diri kita. Maka sudah seharusnya kita bertanya pada diri kita, ‘Sudahkah aku tersenyum hari ini? Sudahkah aku menata hidupku untuk kebahagiaanku dan masa depanku? Dan apa yang perlu aku lakukan untuk mengatur rutinitasku?

Kita semua perlu waktu luang, perlu istirahat dan perlu celah waktu untuk membangun impian dan bakat kita. Namun di era serba padat jadwal ini, kita dituntut untuk bisa memanfaatkan setiap detiknya, bukan? Setiap detik yang terlewati adalah hal yang sangat berharga bagi kita semua karena tidak bisa kita dapatkan kembali. Oleh karenanya, yuk mulai menata hidup kita, berhenti mengeluh, dan jadikan rasa bosan itu sebagai pemicu munculnya ide-ide baru dari dalam dirimu! Selamat menjalani aktivitas!






Read More

Sabtu, 30 September 2017

Ia yang Kurindukan

Ia Yang Kurindukan
Oleh : Luthfia Zahra Larosa



Beranjak dari alas tempat kehidupanku...
Keluar menemui dunia..
Tanpa aba-aba pun,aku melangkah kesana dan kemari..
Dari setiap sudut lingkungan aku dengar hempasan angin

Sendiri tanpa belahan jiwaku
Rasanya detakan cinta, semangat hidup ini padam
Untuk meneguk udara sejuk pun rasanya hambar
Kelu rasanya setiap langkah hidup yang ku jalani

Disaat terik mentari belum sepenuhnya menyapa hamparan bumi ini
Bisa kupandang orang-orang bergandengan tangan dengan miliknya
Canda tawa menggelegar di hati orang-orang itu
Membuncah, meledak cinta diantara mereka

Aku .. ingin pula layaknya mereka
Memilikinya, bagai diriku mampu miliki setengah dari kebahagiaan hidupku
Tak.. Tak bisa. Beliau sudah tenang disana, menyapa dunia barunya
Aku bisa mendengar cinta kasih dari tutur katanya saja
Maka hari ini, angin. betapa semaknya gemersak iringanmu itu

Aku tak menghimbau lagi, pula aku tak peduli
Hanya, bibirku berkata aku membutuhkannya
Dan hatiku berucap, ia akan menjadi pelindung disini

Ibuku tercinta, aku merindukanmu,,,
Read More

Sobekan Kecil Pada Tas Ayah

Sobekan Kecil Pada Tas Ayah

Karangan : Luthfia Zahra Larosa (16 Thn)


Seorang anak berlari disepanjang pinggiran jalan raya. Dibawah teriknya matahari lalu mengguyur habis tubuhnya dengan keringat. Tampaknya anak itu belum lelah untuk berlari. Hingga pada akhirnya, sampailah ia disebuah sekolah. Sekolah yang sederhana, dengan siswa yang sederhana. Melangkah anak itu kemudian, memasuki lingkungan sekolahnya. Alfa, namanya.

“Hei, Alfa!”, panggil seorang temannya. Alfa pun melambaikan tangannya dan meleberkan senyumannya. “Alfa! Udah buat pekerjaan rumah belum?!”, tanya temannya yang ,satu lagi. “Mana ada dia buat, memangnya dia sanggup beli pulpen? Lusuh gitu...”, imbuh teman sekolahnya yang lain. Sontak seisi kelas pun dipenuhi tawaan sertakan sorakan. Alfa menutup kedua telinganya erat-erat, dengan kedua tangannya. “Pergi!”, usir Alfa ketika tema-teman yang menertawakannya mendekat. “Lusuh, kusam, dan.. Ukh! Bau pula!”, komentar Rina tiba-tiba. “Kamu bisa diam ga, sih?”, tanya Alfa dingin. “Kenapa? Marah ya?”, jawab Rina nantang. “Udah deh, rin”, “Sebaiknya kita jauh-jauh  deh dari dia, supaya ke’dekil’annya gak tertular!”, sahut sahabat Rina disampingnya. Rina pun setuju dan mengajak kedua sahabat yang ikut bersamanya itu  untuk pergi.

Yah, begitulah rutinitas lika-liku kehidupan yang harus dirasakan oleh seorang anak berumur 13 tahun, Alfa. “Aku mau pulang..”, lirih Alfa pelan. “Pulang? Ku kira kamu tak punya rumah!”, bentak temannya, Dendi. Dengan wajah yang masih tertunduk, Alfa terus mengoceh. “Beri aku kesempatan untuk pulang”, lirih Alfa lagi. “Hahahaha! Liat, deh. Wajahnya. Duh, duh... Betapa menyedihkannya kamu, teman...”, ujar seorang anak laki-laki disamping Dendi. “Kamu bawa uang, kan?!”, tanya Dendi. “Uang? Aku bahkan ga punya uang sepeserpun ditangan atau saku celanaku sekarang”, ungkap Alfa kesal. “Alah, pasti ditasnya itu banyak uang!”, “Udah miskin, nipu lagi!”, imbuh anak disamping Dendi tersebut. Tak berselang lama, tas yang dipakai oleh Alfa ditarik paksa oleh Dendi dan temannya. Alfa hanya tertunduk dan terdiam pasrah, membiarkan Dendi dan temannya itu membongkar isi tasnya. “Ah, dekil! Dimana uangmu?!”, teriak Dendi geram ketika tak menemukan sepeserpun uang di dalam tas Alfa. “Sudah kukatakan, aku tak punya uang..”, jawab Alfa dengan suara bergetar. Tampaknya hati Alfa teriris melihat tasnya dibongkar sedemikian rupa oleh kedua anak tersebut. “Udah, deh. Kita pulang aja. Dia gak punya apa-apa!”, ajak teman Dendi tersebut. Dendi pun setuju, kemudian pergi tanpa membereskannya. Alfa pun berjongkok memunguti barang-barangnya kemudian.

 Setelah itu, ia kembali kerumah.
Sesampainya dirumah, ayah Alfa segera menyambut kepulangannya. “Selamat malam, Alfa sayang!”, sapa ayahnya gembira. Namun tidak bagi Alfa. Wajahnya tampak lesu, sedih dan tak karuan. “Anak kesayangan ayah kenapa murung?”, tanya ayahnya. “Alfa sayang?”, panggil ayahnya kembali. Tak ada sahutan sedikitpun yang keluar dari bibir Alfa sampai ia memasuki kamarnya. 

Menjelang larut, sang ayah mengetuk pintu kamar, kemudian masuk. Alfa hanya melirik cuek ke arah pintu. “Ayah minta maaf karena sudah membuat Alfa kesal. Alfa kenapa?”, tanya ayahnya pelan-pelan. “Gak ada, yah. Cuma capek aja”, jawab Alfa singkat. “Benarkah?”, tanya ayahnya. “Iya, yah”, balas Alfa meyakinkan. “Baiklah, selamat tidur anakku. Kalau kamu ada apa-apa, beritahukan ayah, ya”, ucap ayahnya pelan. Tak lama kemudian, mereka sudah tersapu oleh alam mimpi.
Keesokan paginya, Alfa mencongkel-congkel kaleng tabungannya, mengambil beberapa lembar uang, kemudian ia masukkan ke dalam tas lusuhnya itu. “Ayah, Alfa berangkat ya”, pamit Alfa pada ayahnya.

Sesampainya disekolah, kembali lagi teman-teman sekolahnya datang dan mengganggu Alfa. Namun kali ini Alfa tak menundukkan kepalanya, namun ia menatap rupa teman-temannya itu, kemudian berdiri. “Wah, udah berani ya Alfa!”, sahut seorang anak perempuan dari ujung kelas. “Aku.. Punya uang juga kok!”, ujar Alfa dengan sedikit terbata. Sontak seisi kelas yang semula sibuk dengan kegiatannya, menoleh ke arah Alfa. “Serius, kamu?”, tanya Dendi kemudian mendekat.”Coba sini tasnya!”, bentak seorang anak laki-laki didepannya. Lalu mulailah tasnya dibongkar dengan semena-mena. Namun hingga tas itu sudah benar-benar kosong, tak sepeserpun uang ditemukan. Hal ini membuat seisi kelas geram. “Kamu berbohong, kan?”, bentak Dendi. “A.. Apa? Aku benar-benar membawa uang tadi!”, teriak Alfa tak terima. Ia merebut tasnya kembali, dan merogoh-rogoh isi tasnya yang sebenarnya sudah kosong melompong. “Tidak.... Tidak mungkin!”, lirihnya cemas. “Dasar penipu!”, sorak seorang anak didepannya. “Aku tak bohong! Aku benar-benar membawa uang!”, balas Alfa. Seisi kelaspun ricuh menyoraki Alfa. Untung saja mereka semua telah berhenti mengganggu Alfa saat bel masuk berbunyi, sehingga para guru tak mengetahui  kejadian ini. 

Seusai pembelajaran, Alfa kembali membongkar isi tasnya dengan teliti. Ia sadar betul telah memasukkan uangnya ke dalam tas. Namun, kemana uang itu sekarang? Saat sedang merogoh tas lusuhnya itu, Alfa menemukan robekan yang lumayan besar diujung bawah tasnya. Lantas ia sadar, bahwa akibat robekan pada tasnya, uang yang ia masukkan kemungkinan jatuh dijalanan. Ia pun merasa sangat sedih dan tertekan, pasalnya uang yang hilang tersebut tidaklah sedikit dan merupakan uang yang ia tabung selama berminggu-minggu. Emosinyapun semakin tidak stabil semenjak insiden ini.Kemudian  Alfa pun akhirnya pulang.

Dirumahnya,emosi Alfa meledak. Ia kemudian membentak ayahnya, memarahi dan menyalahkan ayahnya atas kejadian ini. Semua karena tas yang ayahnya berikan, tas yang sudah sobek, tas ayahnya saat masih sekolah. Betapa lapuk dan lusuhnya sudah tas itu. “Ayah sudah pernah ingatkan, jangan diambil uang tabungannya, nak. Kan bisa untuk beli tas baru”, lirih ayahnya pelan. “INI SEMUA KARENA TAS JELEK AYAH! Aku benci! Aku tak ingin memakainya lagi!”, bentak Alfa, Tak lama kemudian air mata sang ayah menetes, tak menyangka jika ternyata anaknya begitu membencinya. 

“Ma.. Maafkan ayah, nak..”, lirih ayahnya dengan suara bergetar. Tangan keriputnya memegang dadanya. “Ayah belum bisa memberikan apapun untuk..mu..”, ucapan ayahnya terpotong seketika ayahnya tumbang dari posisinya. Alfa melihat ayahnya terkulai lemas tak berdaya dilantai dan terkejut. “AYAHHH!”, teriak Alfa histeris.


Setelah memanggil bantuan dan membawa ayahnya kerumah sakit, ternyata nyawanya tak tertolong lagi. Di saat itulah Alfa menyesalkan perbuatannya. Memang, Tuhan itu adil. Alfa menyesal, karena memilih untuk berbohong pada ayahnya secara diam-diam, dan tak pernah menceritakan masalahnya selama ini pada ayahnya, guru maupun orang lain. Ia justru melukai hati ayahnya, beberapa detik sebelum ayahnya meninggalkan ia sendiri di dunia, menyusul sang ibu ke alam sana.

Bagaimana kita memperlakukan orang lain, maka kita akan mendapatkan perlakuan yang sama pula. Jangan sekali-sekali kita menyakiti orang lain, terutama orang tuamu. Karena pada akhirnya, orang yang baik akan selalu ditolong oleh Tuhan, dan orang yang suka menyakiti, akan mendapatkan penyesalan atas rasa bersalah sepanjang hayatnya.







Sumber: http://nyonyamalas.com/blog/2015/07/16/memperbaiki-tas/
Read More

Sabtu, 27 Mei 2017

Berjumpa Cahaya Saat Waktu Terlangkahi

Berjumpa Cahaya Saat Waktu Terlangkahi
Oleh : Luthfia Zahra Larosa

Ku hidup di bawah kapas-kapas langit, berpijak di atas tanah…
Menghirup alam yang sejuk nan damai…
Melepas tawa dan sendu dengan manusia-manusia bumi…
Melangkahi setiap waktu tanpa di sadari…

Terkadang keberadaan sang waktu begitu berharga…
Hingga diri tak kuasa melepas setetes detik pun…
Terkadang pula ingin ku hempaskan sang waktu agar berlalu lebih cepat…
Sebab hati ini tak kuas menahan rindu akan dia…

Berbinar-binar mata hati ini menanti indahnya yang kurindukan…
Bersungguh-sungguh mengepak diri seikhlas dan sebaik-baiknya untuk menemuinya…
Jiwa ini terbakar akan rasa menggebu-gebu, bergetar riang gembira…
Halo Ramadhan yang telah ku nantikan…

Bibir ini mengucap syukur atas kuasa Allah hingga mempertemukanku kembali…
Kesempatan ruah telah diberikan untuk mengabdi hari dengan Ramadhan
Raga ini hendak bersujud beratus-ratus kali pun tak apa…
Asalkan pintu lebar keberkahan di bulan suci Ramadhan…
Mampu membuka celah ampunan pada rimbunan dosa yang telah tertancap…










Jangan lupa komentar, kritik, saran dan bagikan! :)


Read More

Sabtu, 25 Februari 2017

Abu-abu Diantara Biru

Abu-abu diantara Biru


Mentari belum menampakkan sosoknya...
Langit hanya dihiasi oleh warna biru...
Biarkan aku meraup udara pagi ini sepuasnya...
Toh semuanya gratis bukan?

Dalam-dalam kutarik nafas...
Pantas saja udara pagi ini segar...
Kutatap lekat-lekat selimut langit... 
Hanya ada lautan biru gelap diatas sana...

Belum, maksudku...
Abu-abu asap belum naik keatas sana...
Masih terlalu dini asap-asap  itu hadir...
Tak bisakah seperti ini saja?

Segumpal keabu-abuan tampaknya telah muncul...
Bersiap menyerang si biru yang sejuk...
Oh tidak....
Manusia mana yang tega membiarkan asap lepas di waktu seperti ini?

Perlahan tapi pasti...
Matahari menyapa bumi...
Memancarkan sinar indahnya kepada para makhluk bumi...
Membangunkan makhluk lelap dibawah atap...

Senang matahari hadir pagi ini...
Kedatangannya memberikan perubahan pada selimut langit...
Biru muda nan cerah warnanya...
Namun kian lama si abu-abu mulai turut menghiasi langit...

Hey, aku tidak suka!
Biarkan awan saja yang turut memenuhi langit biru...
Para rombongan abu-abu itu jangan diciptakan...
Oh, para manusia. Sadarlah!

 Terbatuk sudah diriku saat si abu-abu bertebangan disana-sini...
Semenjak matahari terbit, kelabu gelap bebas merayap diudara...
Kumohon hentikan asap-asap itu! Kurangi!
Bukan hanya aku yang terganggu, tetapi bumi kita… Juga.



Luthfia Zahra Larosa








Read More

Siapa Bilang Norak? Anggun Kok!

Siapa Bilang Norak? Anggun Kok!

Oleh : Luthfiah Zahra Larosa

Jakarta. Kota tempatku tinggal. Dimana sebagian masyarakatnya sangat up to date dengan tren, fashion atau semacamnya. Oh , iya. Namaku Tasya. Aku berama Islam, kok. Hanya saja aku berpenampilan gaul, jadi berbeda dari orang-orang Islam lainnya. Ikut trend gitu loh. Aku dikenal sebagai cewek paling modis, fashionable, dan tentu saja aku sangat populer disekolah. Yang naksir sama aku? Banyak pastinya.  Adanya keberadaanku, baik disekolah maupun ditempat-tempat lain selalu berhasil menarik perhatian orang banyak. Rambutku lurus, kulitku cerah, dan tentu saja tubuhku body goals banget. Gayaku gak norak kok. Paling risih jika memakai gelang emas atau semacamnya. Secara. penampilanku hanya sederhana namun tetap gaul. Baju kaos dan rok mini, serta sepatu sandal adalah gayaku. Hidupku sangat menyenangkan. Aku memiliki teman-teman yang asik, kedua orang tua yang kaya raya, serta merta memberikanku kebebasan untuk melakukan segala hal yang aku inginkan dan seorang kekasih yang cukup tampan, sama populernya denganku. Lengkap sudah kebahagiaanku, bukan? Yeah, pada awalnya aku juga berpikiran seperti itu. Hingga suatu hari, pemikiranku berubah total. Ini bukanlah kehidupan yang menyenangkan. Sama sekali bukan.

__________

Saat kenaikan kelas tiba. Seluruh siswa dari setiap masing-masing kelas diacak. Aku berpisah dengan teman-teman dekatku. Dikelas baruku,  aku berkenalan dengan seorang cewek yang penampilannsya iuh banget. Dia terlihat norak. Aw! Aku segera mengalihkan pandanganku ke tempat lain. Setelah itu teman-teman kelas baruku yang lain satu persatu memasuki ruang kelas dan pelajaran dilangsungkan.
Saat istirahat tiba, cewek yang terlihat norak itu menghampiriku. Dengan tampang sok, aku menyambutnya. Tak disangka, cewek itu mengulurkan tangannya padaku. Hei, apa-apaan ini?! Agar terlihat baik, aku menyambut uluran tangannya sebentar, lalu melepaskannya. Dia tersenyum padaku. Apa-apaan sih nih cewek!

“Perkenalkan. Namaku Reina. Aku sudah lama mengenalmu, hehe. Tasya, kan?”, ujar cewek itu padaku. “Ehm, iya”, jawabku cuek. Hah, siapa sih yang gak kenal sama cewek popular seperti aku? “Aku juga udah sejak lama memperhatikan kamu, loh”, sambung cewek itu. “Terus?”. “Enggak apa-apa sih”, jawabnya ragu-ragu. Aku menaikkan sebelah alisku, heran. “Terus apa yang kamu lihat dariku? Aku cantik? Populer? Kaya? Ya, tentu seluruh murid di sekolah ini mengetahui hal itu. Lalu mengapa? Apa kamu mau bergabung denganku? Mau sok kenal?”, ujarku panjang lebar. Memalukan sekali berbicara lama-lama dengan cewek sepertinya. Bisa-bisa orang lain mengira bahwa aku temannya. Idih, ga bangetsss.

“Hahaha.. Iya, kamu benar. Kamu cantik, menawan”, ujarnya singkat. 
“Sayang sekali, tampaknya aku lebih anggun darimu”, sambung cewek itu. 

Aku membelalakkan mataku. Terkejut. “Ups, ngaca dulu deh ya”, balas gue. 

Tampak cewek itu tersenyum kecil. “Maka sebaiknya kamu berkaca terlebih dahulu. Sudah benarkah pakaianmu? Sudah anggunkah kamu?”, tanyanya padaku.
“Apa urusanmu dengan penampilanku, hah?”, balas gue ketus. Bisa-bisanya dia mengkritik kelebihanku. 

“Kukira kamu siswa yang pintar. Bagaimana bisa kamu masih percaya diri hidup dan tampil dihadapan orang banyak dengan pakaian seperti itu? Tidak pernah belajar agama, ya?”, tanya cewek itu padaku. Kali ini tatapannya menajam. 

Aku tidak takut. Namun perkataannya sangat menyinggungku. “Tolong, deh ya. Jangan sok suci! Berani sekali kamu berbicara seenaknya untukku. Jilbabin dulu tuh hati. Jangan cuma nilai aku dari fisik doang! Aku anak yang baik. Semua orang tau itu. Aku tidak pernah mengganggu apalagi menyakiti orang lain. Maka jangan mengkritikku seenak jidat!”, ucapku kesal. Ini benar-benar keterlaluan, deh
.
“Wah, parah. Aku tidak mengatakan bahwa aku ini suci. Aku berjilbab. Pakaianku sesuai syari’at. Tetapi aku ini hanyalah seorang manusia. Sama sepertimu. Aku juga tidak luput dari segala dosa dan kesalahan. Tapi alangkah baiknya, kamu harus punya rasa malu. Membiarkan kekasihmu melihat auratmu. Kamu bahkan membiarkan orang-orang melihat sebagian besar tubuhmu yang terekspos. Hanya dijadikan bahan pemuas oleh laki-laki. Tidakkah itu memalukan? Dimana harga dirimu?”

Lagi-lagi aku terkejut. Kata-katanya memang sangat menusuk. Aku bahkan merasa bahwa apa yang dikatakannya benar. Tidak, Tasya. Aku tidak boleh kalah dengannya. “Kalau begitu lepas saja jilbabmu! Cuma untuk pencitraan saja, kan? Toh kamu juga tetap dapat dosa dengan sifatmu yang buruk seperti itu. Dan jaga kata-katamu! Kamu pikir aku apa, hah?”

“Tidak. Aku tidak sebodoh itu. Memakai jilbab itu kewajiban bagi para wanita seusia kita. Dan ketika kamu membiarkan orang-orang melihat satu helai saja rambutmu, maka 70 ribu tahun nerakalah yang kau terima saat nanti. Berapa banyak tahun yang sudah kau kumpulkan untuk di neraka nanti? Apa kamu sudah siap? Sayang sekali, auratmu terlalu murah. Bahkan orang-orang saja dibayar untuk didapatkan. Perlu kamu ketahui, harga diri kit a tidak dapat dibeli dengan apapun. Ingatlah.”

Aku terdiam. Kali ini aku mulai ketakutan. “Ka.. Kalau begitu, apa maumu?”, tanyaku tergagap. “Tutupi seluruh tubuhmu dengan jilbab. Pakailah khimar. Jangan sampai tubuhmu yang indah itu dinilai murah, bahkan gratis. Jadilah anggun”, jawabnya.

Aku mulai berpikir panjang. Lalu bagaimana dengan teman-temanku? Aduh, aku bakal dianggap culun dan norak jika aku berpakaian seperti yang dikatakannya. Tetapi… Kalimat-kalimat menusuk itu benar adanya. Dosa. Sudah berapa banyak dosa yang aku kumpulkan? Semurah apakah diriku telah dipandang?

“Teman-temanku tidak akan menerima perubahanku. Itu akan terlihat norak”, ujarku beralasan.

“Kamu ingin tampil cantik dihadapan siapa?”, tanyanya pelan.

“Tentu saja dihadapan kalian semua. Siapa lagi? Dan siapa sih yang bakal suka denganku jika berpenampilan sepertimu?”, ujarku ketus.

“Ada, kok”. Jawabnya singkat.

“Siapa?”

“Apa kamu tidak pernah menganggap keberadaan-Nya? Wah wah… Tidak tau berterima kasih”, sindirnya padaku.

“Siapa?”, tanyaku lagi.

“Allah. Tuhanmu. Penciptamu. Tuhanmu yang tidak akan pernah meninggalkanmu. Tuhanmu yang memberikan rejeki padamu hingga saat ini. Yang memberikan kehidupan padamu. Tanpa-Nya, kamu bukanlah apa-apa. Bukankah kamu tau, bahwa suatu saat nanti kita akan kembali kepada Allah? Kamu pikir kamu bisa menghadap pada-Nya seperti itu?”

Aku terdiam. Lidahku kelu. Tak mampu aku berkata-kata lagi.. Bulu kudukku merinding. Aku bahkan berani menentang perintah Tuhanku sendiri? Sungguh, aku tidak pernah memikirkan-Nya selama ini. Dunia telah mengelabuiku. Tubuhku bergetar.

“Sadarlah. Segeralah betaubat. Mumpung kamu masih diberi kesempatan untuk hidup. Kamu tak akan tau kapan kamu akan mati. Bagaimana jika kamu mati saat….”, “Cukup!”, teriakku. 
Aku ketakutan setengah mati. Berapa lama lagi aku akan hidup? Sudah berapa lama aku menghabiskan umur dengan perbuatan maksiat yang menentang ajaran Allah?

“Aku tidak tahan lagi. Tolong, aku ingin berubah. Ini sangat memalukan dan menakutkan. Kuharap aku masih bisa diberi umur untuk bertaubat. Kumohon bantu aku kembali kejalan yang benar”, pintaku padanya. Kali ini aku serius. Tampak cewek itu tersenyum lebar padaku. “Sungguh? Kamu serius??”, tanyanya senang. Aku mengangguk pasti.

Tak kusangka juga, setelah kejadian yang tak terduga itu terjadi,  Perlahan tapi pasti. Aku mulai berubah sedikit demi sedikit. Tidak ingn aku sia-siakan kehidupanku untuk mengumpulkan dosa. Mengumpulkan pahala itu juga mudah, kok. Kenapa tidak mencoba yang lebih baik bukan?

Kali ini aku merasa benar-benar cantik sepenuhnya. Tentu saja cantk dihadapan Allah. Aku sangat bangga. Aku ingin dicintai oleh Allah, sebagai hamba yang taat akan perintah-Nya. Bukan untuk dicintai oleh orang-orang karena nafsu semata. Tidak ingin aku memberikan ‘zina mata’ kepada orang-orang lagi. Cukup sudah. 

Norak? Tidak. Sama sekali tidak. Ini benar-benar nyaman. Kamu akan terlihat anggun dan mulia. Kamu bukanlah seseorang yang mudah didapatkan mahkotanya. Kecantikanmu misterius. Tampilanmu tertutup, tidak mengundang syahwat. Kaum Adam tidak akan tergoda olehmu. Allah memuiakanmu. Bukankah benar-benar anggun dengan seperti itu? Sungguh, lebih menawan daripada berlian sekalipun. Tidak bisa ditandingi oleh apapun. Tidak bisa dihargai dengan apapun. Sangat anggun!

Perlu kalian ketahui bahwa aku telah memutuskan hubungan dengan kekasihku. Kekasihku itu… Saat melihatku dengan kerudung panjang dan baju yang tertutup, dia menatapku dengan jijik.  Rei benar. Auratku adalah mahkotaku. Tentu saja saat aku menutupi mahkotaku, laki-laki diluar sana (termasuk mantan kekasihku) tidak akan mendekatiku lagi. Mengapa? Karena mereka selama ini mendekatiku karena nafsu semata. Aku benar-benar dianggap rendah oleh mereka. Oh, cukup. Tidak untuk kali ini. Biarlah dia membenciku seperti ini. Aku tidak takut sama sekali. Sesungguhnya aku merasa lebih aman ketika lebih dekat dengan Allah. Aku terhindar dari segala perbuatan maksiat yang memang dapat merugikan diri sendiri. Apapun yang diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah membuat kita untuk tidak bebas. Tetapi untuk memberikan aturan yang terbaik bagi hambanya, agar tidak celaka. Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tanpa kita ketahui, Allah melindungi kita melalui segala perintah-Nya.

Penasaran dengan kabar teman-teman asikku? Mereka sudah hilang. Awalnya mereka meremehkanku, mencaci-maki dan menganggapku sebagai pengkhianat. Namun aku terus berbuat baik kepada mereka. Aku berubah karena Allah. Aku tidak perlu membenci mereka. Toh mereka dulunya juga teman-temanku. Yah, maksudku teman-teman asikku. Sampai sekarang, mereka tetaplah teman-temanku. Lebih asiknya, kusebut mereka ‘Teman-teman Hijrahku’. Mereka memutuskan untuk mengikuti jejakku. Kembali dengan sosok dan niat yang berbeda. Aku bangga memiliki teman-teman seperti mereka. Ingatlah, segala perbuatan yang baik serta niat yang tulus juga akan tertular kepada orang-orang disekitarmu. Tidak ada orang yang dapat menularkan energi  baik tersebut? Maka jadilah si pemberi energi  baik! Kalau bukan kamu, siapa lagi?  Jangan takut. Allah senantiasa melindungi hamba-hambanya yang taat. 

Jika kamu sayang kepada teman-temanmu. Ajaklah mereka untuk bersama-sama ke Surga. Kumpulkan pahala bersama-sama, hindari kemaksiatan bersama-sama. Lebih menyenangkan dan asik bukan?

Satu hal yang pastinya harus kamu niatkan. 
“Aku berniat untuk hijrah, karena Allah”
Dan mulai dari sekarang, segera katakan, “Bismillah… Aku berjanji tidak akan mengumbar aurat dan tetap taat pada segala perintah-Mu Ya Allah. Aku janji akan hijrah menjadi lebih baik.”  

Sudah berjanji? Ayo lakukan mulai sekarang. Jangan sampai kamu menyesal karena maut telah menjemputmu terlebih dahulu. Itu tidak sesimpel yang kalian bayangkan. Persiapkan diri kalian, yaaaaaa… Aku mendukung kalian, para pembaca. 

Tidak ada yang tidak mungkin. Semua bisa dengan tekad dan usaha. Masa sih, kamu lebih percaya sama omongan dan kata-kata manusia. Percayalah Allah senantiasa ada disisimu. Imanmu, adalah cerminan kehidupanmu. Iman yang baik, mencerminkan kehidupan yang baik.

1...
2...
3...


Katakan pada dirimu "AKU SIAP HIJRAH!"









Read More

Selasa, 21 Februari 2017

Secercah Mimpi Yang Selaras

Secercah Mimpi Yang Selaras

Oleh : Luthfiah Zahra Larosa




Sapuan angin menyibakkan tirai alam....
Namun tak hanya angin yang mengantarkan bisikan...
Tak hanya kicauan burung pula yang tersampaikan...
Kali ini ocehan-ocehan dari mulut manusia tak kalah berisik...

Tampak suram langit ini kian lama...
Kegaduhan, kericuhan mengiringi naungan alam kehidupan...
Terusiklah ketenangan hati dan jiwa ini....
Seakan timbulnya percikan api yang gemar menggerogoti apa saja yang ditemuinya....

Perasaan rindu akan kedamaian dan keselarasan dunia membuncah di dadaku...
Tak bisa dipungkiri bahwa saat itu berbagai suku, adat maupun agama yang berbeda berkumpul bersama... 
Memori ketika perbedaan tak dapat mengusik kebersamaan....
Indahnya cahaya kebersamaan dalam keberagaman mendamaikan hati....

Haruskah ku melangkah pergi, keluar dari batas jeruji kehidupan ini...
Untuk dapat merasakan angin tenang di alam yang berbeda?
Duniapun telah mengizinkanku menghirup serta merasakan surganya duniawi....
Alam semesta telah dianugerahkan rasa damai dalam kesendirian malam yang mencekam...

Ketika cahaya rembulan senantiasa bersinar memerangi gelapnya malam...
Ketuk pulalah pintu hati kita umat manusia....
Untuk ikut memerangi rasa egois dan berbagai hal yang dapat memancing percikan emosi....
Ketika keterlambatan menghampiri, hanya penyesalan yang bisa direnungkan....
Saat itulah dunia akan lelah berharap dengan mimpi damainya...

Kembalikan dunia kita yang sebelumnya...
Wujudkan mimpi dunia yang sedang menopang kehidupan kita saat ini...
Hentikan segala pertengkaran, permusuhan dan peperangan...
Karena jagat raya pun paham, bahwa dalam lubuk hati kita juga memimpikan hal yang sama....











Read More